28 Mei 2013

Muhasabah di waktu yang singkat



Tepat dua hari yang lalu, sehabis melepas lelah sejenak setelah pulang dari Jakarta untuk menemani kakak, saya melanjutkan aktifitas dengan mengikuti rapat evaluasi kegiatan yang telah dilaksanakan sabtu kemarin. Bergegas mandi, shalat ashar, dan menuju tempat berteduh di tepi jalan untuk menunggu angkot ke kampus. Ada dua pilihan jalur angkot untuk menuju pintu depan kampus. Kita dapat memilih jalur ciampea dan kampus dalam. Karena sulitnya mendapati angkot kampus dalam, maka saya memilih angkot dengan jalur ciampea. Lumayan, tidak perlu menunggu lama. Beberapa menit setelah menunggu, angkot biru tampak reot menghampiriku dengan cepat. Naluri supirnya luar biasa. Sejauh ini tak ada yang luar biasa, naik dan duduk pada tempat duduk berhadapan dengan penumpang dan membelakangi supir. Di dalam angkot yang mungkin membawa saya selama 15 menit untuk sampai ke kampus, saya memperhatikan para penumpang. Semuanya lelaki dan umurnya sekitar 50an ke atas. Perhatianku satu persatu kepada mereka, dan saya merenungi beberapa hal berikut.

Bapak dengan sandal warna orange, dengan ujung kukunya tampak lecet. Umurnya sekitar 60 tahun. Tampak seperti pekerja bangunan, karena tangannya masih kelihatan ada tanah dan terlihat kurang bersih.  Tampak lesu dan tak bergairah. Saya berandai ketika saya diposisinya sekarang, dengan umur yang tidak muda, masih bekerja keras dan mungkin tidak tahu apa bisa memberi makan keluarganya hari ini apa tidak. Saya tidak bisa membayangkan bagaimana hidup bapak tadi sewaktu muda, apakah ada usaha yang tidak maksimal, atau memang telah menyia-nyiakan banyak waktu untuk hal tak berguna?

Waktu laksana pedang. Jika engkau tidak menggunakannya, maka ia yang malah akan menebasmu. Dan dirimu jika tidak tersibukkan dalam kebaikan, pasti akan tersibukkan dalam hal yang sia-sia.” (Ibnu Qayyim)

Bapak dengan baju agak lusuh, melihatku dengan agak aneh. Umurnya sekitar 55 tahun. Tidak jauh keadaannya dengan bapak tadi, menggunakan sandal dengan merk yang sama, namun dengan warna berbeda. Biru. Namun beliau juga membisu sama halnya dengan bapak tadi. Namun pekerjaannya mungkin adalah seorang pekerja lepas. Saya memperhatikan, apakah dalam diamnya dia masih mengingat siapakah yang mengatur alur nafasnya hingga saat ini? Apakah karena keadaanya seperti ini, miskin harta, akan jauh dari Allah? Akan jauh dari menyebut asmaNya?

 “Maka ingatlah Aku, niscaya Aku akan mengingat kalian.” (Q.S al-Baqarah:152)

Walau harta tak mampu kita dapatkan di dunia, minimal kita masih bisa menikmati harta akhirat, membelinya dengan Iman yang kokoh dan selalu mengingatNya dikala lapang.
Bapak yang menjadi supir angkot tersebut.  Dengan sigap mengendalikan angkot tua menuju kampus. Dengan melihat ke depan, menginjak panel gas dan rem dengan teratur, memainkan tangan pada setir dan memindahkan perseneling untuk mengatur kecepatan angkot pun dibuatnya mudah. Pelajaran yang dapat diambil adalah bagaimana kita sebagai makhluk Allah yang paling sempurna, dapat dengan tepat mengendalikan diri ketika berbagai masalah yang datang. Ini bukan masalah pada problem yang akan kita hadapi, tetapi bagaimana respon dan sikap kita menghadapi  masalah tersebut secara bijak dan tepat, dan pastinya bernilai ibadah kepada Allah. Dengan memanfaatkan shalat dan sabar sebagai penolong

“Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat kecuali bagi orang-orang yang khusyu’, (yaitu) orang-orang yang meyakini bahwa mereka akan menemui Tuhannya dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya”.(Al-Baqarah: 45-46)

dan bersyukur atas semua cobaan yang telah dilalui, meski hasilnya itu buruk untuk kita. Buruk untuk kita, belum tentu buruk untuk Allah.  Lagipula, jika kita bersyukur apapun keadaan yang terjadi pada kita sekarang, insya Allah nikmat yang diberikan kepada kita akan bertambah, walau nikmat tersebut kelak terakumulasi di akhirat nanti.

”Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih”. (Q.S.Ibrahim:7)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar